Isra’ Mi’raj adalah perjalanan luar biasa Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra’) dan kemudian naik ke langit (Mi’raj) untuk menerima perintah shalat. Dalam perjalanan Mi’raj, Nabi ditemani oleh Malaikat Jibril, tetapi ketika sampai di Sidratul Muntaha, Jibril tidak dapat melanjutkan perjalanan lebih jauh.
Kisah di Sidratul Muntaha
Setelah melewati lapisan-lapisan langit dan bertemu para nabi sebelumnya, Nabi Muhammad saw tiba di Sidratul Muntaha, sebuah pohon besar yang berada di ujung langit ketujuh.
Jibril berkata kepada Nabi:
Yā Muḥammad, hādhā makānī, law taqaddamtu laḥtaraqtu."
Artinya: "Wahai Muhammad, inilah batasku. Jika aku maju, aku akan terbakar."
Jibril tidak bisa melanjutkan perjalanan karena ia hanyalah makhluk, sementara Nabi Muhammad saw mendapat kehormatan untuk melanjutkan perjalanan menuju Allah. Nabi kemudian melangkah sendirian ke hadirat Allah, di mana beliau menerima perintah shalat lima waktu.
Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan
Surah Al-Isra’ (17:1)
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Surah An-Najm (53:13-18)
“Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihat (Jibril) dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dan tidak (pula) melampaui batas. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.”
Hadis yang Berkaitan
Dalam Shahih Muslim (no. 162), Rasulullah saw bersabda:
“Lalu aku dibawa naik ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya seperti telinga gajah, dan buah-buahannya seperti tempayan besar. Ketika diperintah oleh Allah, Sidratul Muntaha berubah hingga tak seorang pun dapat menggambarkan keindahannya.”
Dalam riwayat Imam Ahmad, Jibril berkata:
"Wahai Muhammad, inilah batasku. Jika aku maju, aku akan terbakar.”
Kisah Inspiratif dari Isra' Mi'raj
Peristiwa ini mengajarkan bahwa ada batas-batas yang hanya bisa dilewati oleh hamba yang paling dicintai Allah. Jibril, malaikat yang begitu dekat dengan wahyu, tetap memiliki keterbatasan. Namun, Nabi Muhammad ﷺ, seorang manusia, mendapat kehormatan untuk melampaui batas itu karena kedekatan spiritualnya dengan Allah.
Dari kisah ini, kita bisa mengambil hikmah:
Ketakwaan membawa kita lebih dekat kepada Allah. Nabi mencapai kedekatan tertinggi karena ketakwaan dan pengabdiannya yang sempurna.
Kesabaran dalam menghadapi ujian akan membawa kemuliaan. Isra’ Mi’raj terjadi setelah Nabi mengalami tahun kesedihan (‘Amul Huzn), kehilangan Khadijah dan Abu Thalib. Namun, kesabarannya justru membawanya ke kemuliaan tertinggi.
Shalat adalah hadiah dari Mi’raj. Oleh karena itu, kita harus menjadikan shalat sebagai momen berjumpa dengan Allah setiap hari.
Peristiwa ini bukan hanya sekadar perjalanan luar biasa, tetapi juga simbol perjalanan spiritual yang bisa kita alami dalam kehidupan—dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah dan keikhlasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar