Hukum gadai sawah dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar sesuai dengan prinsip syariah.
Ada beberapa hal yang perlu dikaji berdasarkan Al-Qur'an, hadis, dan pandangan ulama.
Dalil Al-Qur'an
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 283: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu memenuhi amanatnya (hutang) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya."
Ayat ini menunjukkan kebolehan gadai sebagai bentuk jaminan hutang, namun penggunaannya tidak boleh melanggar prinsip riba atau mengambil manfaat tambahan dari barang gadai.
Dalil Hadis
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah barang gadai itu menghalangi pemiliknya untuk mengambil manfaat darinya, tetapi tanggungan biaya dari barang gadai itu adalah atas pemiliknya."(HR. Al-Bukhari, no. 2512)
Hadis ini menunjukkan bahwa barang gadai tetap menjadi milik PEMBERI GADAI (RAHIN), dan PEMBERI UTANG (MURTAHIN) tidak boleh mengambil manfaat apa pun dari barang tersebut, kecuali atas izin yang jelas tanpa menzalimi pemiliknya.
Kajian Hukum
Manfaat dari sawah yang digadaikan
Contoh kasus, pemberi utang (murtahin) memegang uang Rp20 juta, sementara pemberi gadai menyerahkan sawah sebagai jaminan. Jika pemberi utang mendapatkan 1/3 hasil panen, maka ini termasuk bentuk manfaat tambahan yang dihitung sebagai "RIBA" dalam hukum Islam. Hal ini karena manfaat tersebut bukan bagian dari akad hutang-piutang melainkan menjadi tambahan yang tidak dibenarkan.
Kaedah fikih:
“Setiap pinjaman yang memberikan manfaat adalah riba.”
Syarat gadai yang sah
Barang gadai tetap milik pemberi gadai (rahin).
Pemberi utang tidak boleh memanfaatkan barang gadai kecuali dengan izin pemilik, tanpa unsur memaksa, dan tanpa keuntungan tambahan yang bersifat eksploitatif (mengambil keuntungan sepihak).
Jika ada hasil (misalnya panen sawah), maka hasil itu tetap menjadi hak pemilik, bukan pemberi utang.
Alternatif yang Dibenarkan
Jika pemberi utang ingin mendapatkan manfaat dari sawah tersebut, harus dibuat akad lain di luar akad gadai, misalnya akad sewa atau kerjasama bagi hasil (musyarakah atau mudharabah) dengan kesepakatan yang jelas, tanpa dikaitkan dengan hutang.
Kesimpulan
Praktik gadai sawah seperti yang disebutkan, di mana pemberi utang mengambil hasil panen 1/3 selama masa gadai, masuk kategori riba karena adanya manfaat tambahan di luar akad hutang. Solusi syariah yang dianjurkan adalah memisahkan akad gadai dan akad bagi hasil atau sewa secara jelas, agar tidak melanggar prinsip syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar