Dialog Dua Ruh di Alam Barzakh
Dalam kelam kubur, setelah tanah menutup rapat, dua ruh saling berhadapan—tak dengan mata, tapi dengan kesadaran yang tak bisa lagi berbohong.
Ruh yang saleh beristirahat di hamparan cahaya, sedang ruh yang lalai meringkuk dalam himpitan bumi yang menyesakkan dada.
Ruh durhaka itu menjerit:
“Wahai saudaraku… apakah engkau juga mendengar suara gemuruh ini? Api itu… panasnya menembus tulang ruhku! Aku ingin sujud, tapi aku tak punya tubuh lagi!”
Ruh yang saleh menatapnya dengan iba:
“Dulu kau punya tubuh. Kau punya waktu.
Berapa kali azan menyeru, ‘Hayya ‘alash shalah,’ tapi kau jawab, ‘Nanti.’
Berapa kali malam menunggu tahajudmu, tapi kau tertidur dalam dunia.”
Ruh durhaka itu menangis:
“Jika aku bisa kembali ke dunia, aku akan salat tanpa henti!”
Ruh saleh berkata pelan, suaranya seperti angin lembut dari surga:
“Dunia itu telah ditutup. Sekarang hanya amalmu yang berbicara.”
Lalu dari kejauhan terdengar suara malaikat, menggema seperti guntur di langit barzakh:
"Ini adalah balasan bagi ruh yang lalai dari Rabb-nya. Kuburnya disempitkan, hingga tulang rusuknya saling menembus, dan dibukakan baginya pintu ke neraka, agar ia mencium panasnya, hingga hari kebangkitan."
Ruh itu menjerit, tapi suaranya tertelan gelap.
Sementara ruh yang saleh mendengar panggilan lain:
"Tidurlah dengan tenang, seperti tidurnya pengantin yang baru menunggu dipanggil ke surga."
Kuburnya diluaskan sejauh mata memandang, harum wangi kasturi, dan cahaya lembut menyinari wajahnya.
Ia berdoa, “Ya Allah, segerakan hari kebangkitan, aku rindu melihat wajah-Mu.”
Renungkanlah, wahai jiwa yang masih diberi hidup.
Di dunia ini, kita bebas memilih — antara menunda salat atau menundukkan diri kepada-Nya.
Tapi di alam barzakh, tak ada lagi pilihan.
Yang tersisa hanya penyesalan… atau kedamaian abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar