Ruh yang Disiksa dan Ruh yang Disambut Harum Surga
Malam kian larut. Dalam sunyi pekat, ruh itu terlepas dari jasadnya.
Tak ada suara selain detak malaikat maut yang menghampiri dengan wajah berbeda—bagi satu hamba, malaikat itu datang dengan kelembutan seperti embun; bagi yang lain, datang dengan wajah sehitam malam dan cambuk dari api.
Maka di langit, terbentang dua nasib:
Ruh pertama, yang selama hidupnya mengabaikan panggilan azan.
Ia sibuk membangun dunia, tapi melupakan sujudnya.
Ketika maut datang, ruhnya ditarik kasar, robek oleh penyesalan yang sudah terlambat.
Ia menjerit memanggil, “Tunggu… biarkan aku kembali, aku ingin salat!”
Tapi bumi menutup telinganya, waktu telah berhenti untuknya.
Ruh itu dibungkus dengan kain yang busuk, bau dosa menyesakkan udara malaikat.
Ketika naik ke langit, setiap lapisan langit menolak:
"Tidak ada tempat bagi ruh yang durhaka kepada Rabb-nya."
Ia pun dijatuhkan dari langit seperti batu dilempar ke bumi, jatuh ke kegelapan yang disebut Suja‘ul Akra—lembah siksaan bagi ruh-ruh yang lalai salat.
Di sanalah terdengar tangis dan jeritan yang tak terhenti:
"Andai aku tahu betapa berharganya satu rakaat…"
Namun di sisi lain, ruh yang hidupnya menjaga sujudnya…
yang bangun sebelum fajar, yang tunduk dalam diam hanya untuk mengucap Allahu Akbar—
maka saat malaikat maut menjemput, wajahnya bersinar seperti rembulan purnama.
Dari tubuhnya mengalir bau harum seperti kasturi dari taman surga.
Ketika naik ke langit, setiap lapisan langit membuka pintu dengan sambutan:
"Selamat datang, wahai ruh yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai."
Di taman arwah, ia disambut oleh ruh-ruh para saleh.
Mereka berkata: “Rehatlah sebentar, inilah tempatmu sebelum hari kebangkitan.”
Angin surga berhembus lembut, membawa harum salatnya, dzikirnya, dan air matanya yang jatuh di malam sepi.
Renungkanlah…
Yang membedakan mereka bukan pangkat, bukan harta, bukan nama.
Tapi seberapa sering kening mereka menyentuh tanah karena cinta kepada Allah.
Maka tanyakanlah pada diri sendiri sebelum malam datang tanpa pagi:
Apakah ruhku nanti akan menjerit di lembah Suja‘ul Akra,
atau tersenyum dalam semerbak taman surga?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar