Laqadja akum rasulum


web stats

Minggu, 19 Oktober 2025

cerpen Menemukan Cinta yang Hilang

Menemukan Cinta yang Hilang


Aku pernah mengira cinta itu cukup untuk menjaga rumah tangga tetap utuh. Tapi ternyata, setelah bertahun-tahun hidup bersama, cinta saja tidak cukup. Ia perlu kesabaran, maaf, dan keikhlasan agar tidak layu oleh waktu.

Ada masa di mana kami saling diam. Aku merasa lelah dengan sikapnya yang berubah, dan dia pun mulai kehilangan semangat berbicara. Rumah yang dulu penuh tawa berubah menjadi tempat yang hening dan asing.

Di tengah kebekuan itu, aku membaca firman Allah:

“Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar?”(QS. Al-Furqan: 20)

Ayat itu menamparku. Aku sadar, mungkin inilah cara Allah menguji cinta — bukan untuk menghancurkan, tapi untuk menumbuhkan kedewasaan.

Aku pun teringat sabda Rasulullah saw:

“Tidaklah seorang mukmin membenci istrinya. Jika ia tidak menyukai satu perangainya, maka hendaklah ia ridha dengan perangainya yang lain.”(HR. Muslim)

Sejak itu, aku mulai mengubah cara pandang. Daripada mencari kesalahan, aku belajar melihat kebaikannya yang sering luput dari perhatianku. Aku mulai memuji, bukan menuntut. Aku menenangkan, bukan menambah beban.

Sore itu, aku membantunya di dapur tanpa diminta. Dia menatapku, tersenyum samar — senyum yang dulu pernah hilang. Saat itu aku tahu, Allah telah mengembalikan sesuatu yang lebih dalam dari cinta: ketenangan.

Aku paham kini bahwa rumah tangga bukan hanya tentang saling memiliki, tapi saling menuntun menuju ridha Allah. Kadang cinta hilang bukan karena tiada rasa, tapi karena kita lupa siapa yang menanamkannya: Allah sendiri.

Sejak hari itu, setiap kali kami berselisih, aku membaca doa:“A‘ūdzu billāhi minan-nār, wa min syarril kuffār, wa min ghadabil Jabbār.”(Aku berlindung kepada Allah dari neraka, dari kejahatan orang-orang kafir, dan dari murka Tuhan Yang Maha Perkasa.)

Doa itu menenangkan dada, meluruhkan amarah, dan mengingatkanku bahwa setan selalu berusaha memisahkan dua hati yang saling mencintai karena Allah.

Kini aku belajar mencintai dengan cara yang lebih tenang — tanpa banyak bicara, tapi penuh doa. Karena pada akhirnya, rumah tangga yang bahagia bukan rumah tanpa ujian, melainkan rumah yang di dalamnya ada dua insan yang terus berjuang bersama di bawah cahaya Allah.

Tidak ada komentar: