JIKA UMAT ISLAM TAK BERPOLITIK, SIAPA YANG MENJAGA NEGERI KITA
Sebagian dari kita masih berpikir bahwa politik itu kotor, penuh intrik, dan tak pantas disentuh oleh orang-orang yang ingin menjaga kesucian agama. Karena itu, tak sedikit umat Islam yang menjauh dari dunia politik, memilih menjadi penonton atau sekadar pengamat.
Namun mari kita renungkan: jika umat Islam enggan terlibat dalam politik, lalu siapa yang akan memimpin bangsa ini? Siapa yang akan menjaga agar hukum, kebijakan, dan arah pembangunan negeri tidak bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an? Dan jika kekuasaan dipegang oleh mereka yang tak takut kepada Allah, sanggupkah kita mencegah kezaliman?
Islam Bukan Hanya Agama Ibadah
Islam tidak hanya mengatur shalat dan puasa, tetapi juga mengajarkan bagaimana memimpin, menegakkan keadilan, mengelola harta negara, hingga membangun masyarakat yang bermartabat. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil."
(QS. An-Nisa: 58)
Amanat itu mencakup kekuasaan dan jabatan publik. Menegakkan keadilan adalah perintah agama, dan tak akan terwujud jika umat Islam menjauhi panggung kekuasaan.
Dampak Serius Jika Umat Islam Tidak Terlibat Politik
Pertama, hukum negara tidak lagi bersumber pada nilai wahyu.
Jika pemimpin tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pijakan, maka hukum bisa disusun hanya berdasarkan kepentingan duniawi, bahkan tekanan asing. Allah memperingatkan:
"Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
(QS. Al-Ma’idah: 45)
Kedua, sistem yang berlaku bisa merusak moral bangsa.
Kebijakan pendidikan, media, budaya, hingga ekonomi akan mengabaikan nilai-nilai Islam. Akibatnya, generasi muda tumbuh jauh dari akhlak Qur’ani. Tanpa pemimpin yang bermoral, rakyat kehilangan arah.
Ketiga, umat Islam akan terus menjadi korban sistem yang tak adil.
Tanpa kekuatan politik, umat tak punya posisi tawar. Mereka mudah dipinggirkan dalam kebijakan, padahal jumlahnya mayoritas. Ini adalah bentuk ketertindasan struktural yang seharusnya bisa dicegah jika umat bersatu dan cerdas dalam politik.
Keempat, kekuasaan jatuh ke tangan yang salah.
"Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka..."
(QS. Hud: 113)
Menyerahkan kekuasaan kepada yang tidak amanah tanpa usaha mengubahnya, adalah bentuk kelalaian kolektif. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan..."
(HR. Muslim)
Dalam konteks modern, mengubah kemungkaran dengan tangan bisa berarti menggunakan hak suara, menjadi legislator, mendidik pemimpin yang saleh, atau bahkan mencalonkan diri untuk menegakkan nilai Islam melalui sistem negara.
Politik adalah Wadah Perjuangan, Bukan Rebutan Dunia
Dalam sejarah Islam, para nabi bukan hanya guru rohani, tetapi juga pemimpin masyarakat. Nabi Muhammad SAW adalah kepala negara di Madinah. Para khalifah sesudah beliau—Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali—menggabungkan kepemimpinan spiritual dan politik dalam satu kepemimpinan yang adil.
Umat Islam semestinya meneladani ini. Terjun dalam politik bukan demi kedudukan, tetapi demi menegakkan amar makruf nahi munkar di tingkat kebijakan. Bahkan mendukung calon pemimpin yang saleh dan amanah pun adalah bagian dari tanggung jawab keumatan.
Saatnya Bangkit dan Memperjuangkan Negeri Ini
Kita tidak ingin negeri ini dipimpin oleh tangan-tangan yang memusuhi agama, yang tidak peduli kepada nasib rakyat, dan yang menyusun undang-undang berdasarkan hawa nafsu. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh diam. Diam berarti menyerahkan negeri ini pada potensi kezaliman.
Saatnya umat Islam bangkit: cerdas memilih pemimpin, mendukung gerakan politik yang jujur, membina kader pemimpin masa depan, dan jika mampu, ambil peran langsung. Jika kita ingin negeri ini diberkahi, maka kita harus menjaga agar orang-orang berimanlah yang memegang tampuk kekuasaan.
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi..."
(QS. An-Nur: 55)
Janji itu hanya akan terwujud jika kita tidak berpangku tangan. Politik bukan urusan kotor—politik adalah ladang amal jika diniatkan untuk kebaikan.